Tekanan Jual Kian Kuat, Harga Emas Jeblok ke Level Terendah 1 Bulan
Harga emas dunia mengalami penurunan tajam dalam sepekan terakhir. Aksi jual besar-besaran dari investor
menjadi penyebab utama turunnya harga logam mulia tersebut, yang kini jatuh ke posisi terendah dalam satu bulan terakhir.
Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap kondisi ekonomi global, arah kebijakan suku bunga
serta pergeseran preferensi investor dari aset safe haven ke instrumen lain seperti dolar AS dan obligasi.

Perdagangan pada Rabu (15/5/2025) mencatat harga emas spot berada di level US$ 2.277 per troy ounce, mengalami
penurunan signifikan dari titik tertingginya bulan lalu yang sempat menembus US$ 2.400. Penurunan ini menjadi koreksi paling dalam sejak April 2025.
Tekanan Jual Kian Kuat, Harga Emas Jeblok ke Level Terendah 1 Bulan
Salah satu penyebab utama tekanan terhadap harga emas adalah penguatan dolar AS. Ketika greenback menguat
harga emas dalam satuan dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli non-AS, sehingga permintaan menurun.
Selain itu, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun turut menambah tekanan.
Yield yang meningkat membuat instrumen pendapatan tetap seperti obligasi menjadi lebih menarik dibanding emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Kombinasi kedua faktor ini mendorong investor untuk memindahkan aset dari emas ke instrumen keuangan lain yang dianggap lebih menguntungkan dalam jangka pendek.
Sentimen Suku Bunga AS Jadi Sorotan
Investor kini mencermati langkah Federal Reserve (The Fed) terkait kebijakan suku bunga.
Meskipun sebelumnya diprediksi akan mulai menurunkan suku bunga pada pertengahan tahun, data inflasi AS yang dirilis baru-baru ini menunjukkan
tekanan harga konsumen masih cukup tinggi.
Hal ini memunculkan ekspektasi bahwa The Fed akan menahan suku bunga tinggi lebih lama dari perkiraan sebelumnya
bahkan bisa jadi memperketat kembali kebijakan moneternya jika inflasi tak kunjung turun.
Suku bunga yang tinggi membuat biaya peluang untuk memegang emas meningkat, karena emas tidak memberikan bunga atau dividen.
Data Ekonomi dan Geopolitik Tidak Cukup Menopang Harga
Biasanya, emas menjadi aset yang diminati saat ketidakpastian global meningkat, namun dalam situasi saat ini
data ekonomi AS yang masih cukup kuat dan ketidakpastian geopolitik yang cenderung mereda tidak cukup menjadi katalis bagi kenaikan harga emas.
Misalnya, konflik di Timur Tengah dan ketegangan antara Rusia-Ukraina belum memicu lonjakan
permintaan emas secara signifikan, karena sebagian besar investor menilai risiko eskalasi sudah mulai mereda.
Di sisi lain, data ketenagakerjaan AS yang masih solid memperkuat argumen bahwa perekonomian AS belum butuh stimulus moneter tambahan.
Aksi Ambil Untung dari Investor Besar
Setelah harga emas sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa beberapa minggu lalu, sebagian besar investor institusi mulai melakukan profit taking atau aksi ambil untung.
Hal ini menciptakan tekanan jual masif di pasar, terutama di bursa berjangka seperti COMEX.
Laporan dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan adanya
penurunan posisi beli bersih dari investor spekulatif, yang berarti banyak pelaku pasar memilih menjual emas mereka daripada menahannya dalam jangka panjang. Aksi ini mempercepat penurunan harga emas ke level support psikologis di kisaran US$ 2.250.
Permintaan Fisik Tetap Kuat di Asia
Meskipun tekanan terjadi di pasar finansial global, permintaan fisik emas di Asia, khususnya dari China dan India, tetap solid.
Kedua negara tersebut masih mencatatkan volume pembelian tinggi untuk keperluan perhiasan, investasi pribadi, dan cadangan bank sentral.
Namun demikian, tingginya permintaan fisik belum mampu mengimbangi tekanan di pasar derivatif dan ETF (Exchange-Traded Fund).
Beberapa ETF emas besar mencatatkan arus keluar (outflow) selama beberapa minggu terakhir, yang menandakan investor retail dan institusi besar memilih mencairkan posisi mereka di emas.
Pandangan Analis: Koreksi Sehat atau Awal Penurunan Lebih Dalam?
Banyak analis menilai bahwa penurunan harga emas saat ini merupakan koreksi sehat setelah reli panjang sejak awal tahun.
Menurut Bloomberg Intelligence, selama harga emas masih bertahan di atas support kuat di US$ 2.200, tren jangka panjang masih bisa dikatakan bullish.
Namun, jika tekanan jual terus berlanjut dan harga menembus di bawah US$ 2.200, maka kemungkinan besar emas akan memasuki fase koreksi lebih dalam.
Level resistance saat ini berada di kisaran US$ 2.300, dan harga perlu kembali melewati angka itu untuk membuktikan kekuatan pemulihan.
Strategi Investor: Bertahan atau Menunggu Rebound?
Dalam situasi seperti ini, investor perlu menyusun strategi cermat.
Bagi investor jangka panjang, penurunan harga ini bisa menjadi kesempatan akumulasi sebelum harga kembali naik
terutama jika The Fed memberikan sinyal dovish dalam waktu dekat.
Namun bagi trader harian, volatilitas tinggi bisa menjadi tantangan. Menggunakan stop loss dan memperhatikan level teknikal menjadi penting.
Beberapa trader bahkan mulai melakukan hedging dengan membuka posisi di aset lain seperti minyak, komoditas industri, atau saham teknologi sebagai diversifikasi portofolio.
Prospek Jangka Pendek: Masih Rentan, Tapi Berpotensi Pulih
Dalam jangka pendek, harga emas diperkirakan masih akan mengalami tekanan, terutama jika data inflasi dan ketenagakerjaan AS tetap kuat.
Namun, jika dalam beberapa minggu ke depan The Fed memberi sinyal penurunan suku bunga, maka harga emas bisa segera kembali rebound.
Selain itu, gejolak geopolitik atau tekanan baru dari sektor keuangan global juga dapat mendongkrak minat investor pada aset safe haven.
Oleh karena itu, banyak analis menyarankan untuk tetap waspada namun tidak panik, karena pasar emas masih menyimpan potensi dalam jangka menengah dan panjang.
Bacajuga:Petaka Trump Berakhir Kejatuhan Harga Emas Dimulai Hari Ini
Kesimpulan: Titik Terendah Sementara atau Awal Tren Turun?
Harga emas saat ini berada di titik krusial. Penurunan ke level terendah dalam satu bulan menjadi
cerminan dari pergeseran sentimen pasar dan kekhawatiran investor terhadap arah kebijakan moneter global.
Namun, tren ini belum tentu bertahan lama.
Selama ketidakpastian ekonomi global masih ada, dan The Fed belum benar-benar agresif menaikkan suku bunga lagi
emas tetap memiliki daya tarik sebagai instrumen pelindung nilai. Bagi investor jangka panjang, inilah saatnya mengevaluasi posisi dan mencari peluang untuk masuk di harga terbaik.
Satu hal yang pasti, emas tetap menjadi instrumen yang relevan dalam lanskap investasi modern, terutama di tengah fluktuasi pasar yang tak menentu.