Malaysia Jadi Negara Pertama yang Izinkan Zakat Pakai Kripto
Malaysia Jadi Negara Pertama yang Izinkan Zakat Pakai Kripto
Jakarta – Malaysia mencatat sejarah baru sebagai negara pertama di dunia yang secara resmi mengizinkan pembayaran zakat menggunakan aset digital, termasuk cryptocurrency.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengedukasi umat Islam tentang kewajiban zakat di era modern, seiring dengan meningkatnya popularitas dan nilai aset digital di kalangan masyarakat Malaysia.
Menurut laporan dari Pusat Pengumpulan Zakat Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (PPZ-MAIWP), masyarakat Malaysia memiliki aset digital senilai RM 16 miliar yang wajib dizakati.
Kepala Eksekutif PPZ-MAIWP, Datuk Abdul Hakim Amir Osman, mengatakan bahwa inisiatif ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat, terutama generasi muda, dalam menunaikan kewajiban zakat mereka.
Digitalisasi praktik keagamaan menunjukkan bahwa Islam terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan pengikutnya yang terus berubah.
Aset digital kini menjadi salah satu sumber zakat baru yang potensial,” ujar Datuk Abdul Hakim pada Kamis (26/12/2024).
Dalam sidang ke-134 Komite Konsultatif Hukum Islam Wilayah Federal, mata uang digital telah diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan,
dengan zakat bisnis ditetapkan sebesar 2,5 persen.
Tahun 2023, pengumpulan zakat dari aset digital mencapai RM 25.983,91, dan pada 2024 angka tersebut meningkat hingga RM 44.991,97.
Tantangan Keamanan dan Potensi Zakat Digital
Meskipun kebijakan zakat digital ini dianggap sebagai terobosan, tantangan besar tetap ada, terutama dalam hal keamanan aset digital.
Sepanjang 2024, kasus pencurian aset kripto meningkat hingga 21 persen, dengan total kerugian mencapai USD 2,2 miliar atau sekitar Rp 35,7 triliun.
Sebagian besar insiden ini, menurut laporan Chainalysis, melibatkan kelompok peretas yang berafiliasi dengan Korea Utara.
Antara Januari dan Juli 2024, nilai aset kripto yang dicuri mencapai USD 1,58 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Namun, insiden peretasan mulai menurun signifikan setelah
pertemuan antara Kim Jong Un dan Vladimir Putin pada Juni 2024, yang diduga memengaruhi perubahan taktik cybercrime Korea Utara.
Potensi Peningkatan Pengumpulan Zakat
Di tengah tantangan tersebut, Malaysia tetap optimis bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan pengumpulan zakat secara signifikan.
Dengan mayoritas investor kripto berusia 18-34 tahun, kebijakan ini diyakini dapat menarik partisipasi generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi digital.
Langkah ini tidak hanya memudahkan pembayaran zakat,
tetapi juga meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan dana zakat,” kata Datuk Abdul Hakim.
Malaysia membuka babak baru dalam pengelolaan zakat dengan mengizinkan pembayaran menggunakan aset digital.
Langkah ini mencerminkan kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman, sekaligus meningkatkan potensi pengumpulan zakat di era digital.
Namun, pemerintah dan lembaga terkait harus terus memperkuat keamanan digital untuk melindungi aset zakat dari ancaman cybercrime.
Dengan inovasi ini, Malaysia menjadi pelopor dalam integrasi
teknologi blockchain ke dalam keuangan syariah, yang berpotensi menjadi inspirasi bagi negara-negara lain.