23 December 2024 By admin 0

Rekor Baru Transaksi Kripto Setor Pajak Rp 979 Miliar ke Negara

Rekor Baru Transaksi Kripto Setor Pajak Rp 979 Miliar ke Negara

Jakarta, theminingnews.org – Penerimaan pajak dari transaksi aset kripto terus memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara. Hingga November 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat total penerimaan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp 979,08 miliar, menunjukkan peningkatan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Rekor Baru Transaksi Kripto Setor Pajak Rp 979 Miliar ke Negara

Rekor Baru Transaksi Kripto Setor Pajak Rp 979 Miliar ke Negara

Penerimaan Pajak Kripto Melonjak Tajam

Data DJP menunjukkan penerimaan pajak kripto dari dua tahun sebelumnya sebesar Rp 246,45 miliar pada 2022 dan Rp 220,83 miliar pada 2023. Pada 2024, angka ini melonjak tajam menjadi Rp 511,8 miliar, mencerminkan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat.

Penerimaan ini terbagi menjadi dua komponen utama:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari transaksi penjualan aset kripto di platform exchanger menyumbang Rp 459,35 miliar.
  2. Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) dari transaksi pembelian aset kripto di exchanger berkontribusi sebesar Rp 519,73 miliar.

Ekonomi Digital dan Pajak Kripto

Menurut Wan Iqbal, CMO Tokocrypto, kenaikan ini menunjukkan potensi besar ekonomi digital di Indonesia. Ia menegaskan bahwa pajak aset kripto tidak hanya memberikan dasar hukum bagi industri, tetapi juga menjadi strategi penting untuk mendukung pembangunan nasional.

“Pajak aset kripto memberikan dasar hukum yang lebih jelas bagi para pelaku industri, sekaligus menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Dengan langkah-langkah seperti insentif pajak dan penguatan regulasi, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pemain utama dalam ekonomi digital berbasis blockchain,” ujar Iqbal pada Senin (23/12/2024).

Kebijakan Perpajakan Kripto di Asia

Laporan Tiger Research menyoroti berbagai kebijakan perpajakan kripto di Asia, termasuk di Indonesia. Beberapa negara seperti Singapura, Hong Kong, dan Malaysia menawarkan kebijakan bebas pajak untuk menarik investasi global. Sebaliknya, negara seperti Jepang dan Thailand menerapkan pajak progresif untuk redistribusi kekayaan.

Indonesia memilih pendekatan berbasis transaksi, mengutamakan transparansi pasar. Langkah ini dianggap mampu mendukung pertumbuhan pasar digital sekaligus menjaga penerimaan negara.

Iqbal juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan inklusif. Ia percaya kebijakan pajak bukan hanya alat untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga untuk melindungi pelaku pasar kecil.

“Kita perlu menciptakan kebijakan yang tidak hanya menarik investor, tetapi juga melindungi pelaku pasar kecil. Ini adalah kunci untuk membangun ekosistem kripto yang inklusif dan kompetitif,” imbuhnya.

Iqbal, yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Aset Kripto Kadin Indonesia, menambahkan bahwa kerja sama antara regulator dan pelaku industri akan menjadi kunci keberhasilan untuk menciptakan pasar aset digital yang stabil, transparan, dan berkelanjutan.

Kenaikan penerimaan pajak dari transaksi kripto hingga Rp 979 miliar pada 2024 mencerminkan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat di Indonesia. Dengan kebijakan pajak berbasis transaksi dan kolaborasi yang baik antara pemerintah dan pelaku industri, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama di sektor ekonomi digital berbasis blockchain.