Batu Bara Mulai Diburu Tapi Kok Harganya Malah Loyo?
Harga batu bara acuan dunia mengalami penurunan pada perdagangan Selasa (10/12/2024), setelah sempat mengalami
kenaikan pada Senin sebelumnya, meskipun permintaan mulai sedikit pulih. Berdasarkan data
dari Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak Januari 2025 ditutup turun 0,9%, berada di posisi US$ 132,05 per ton.
Harga batu bara global kembali lesu setelah sempat menunjukkan kenaikan pada perdagangan Senin lalu, meskipun permintaan batu bara mulai berangsur pulih.
Konsumsi dan ekspor batu bara termal dunia diperkirakan akan mencapai rekor
tertinggi pada tahun ini, didorong oleh data ekspor dan pembangkit listrik, seperti yang disampaikan oleh kolumnis Reuters, Gavin Maguire.
Pembangkit listrik tenaga batu bara mengalami peningkatan sebesar 2% sepanjang tahun ini dibandingkan dengan 2023, mencapai titik tertinggi baru akibat melonjaknya permintaan listrik di pasar negara berkembang.
Emisi listrik tenaga batu bara diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada 2024, menurut data lembaga pemikir energi Ember.
Sementara itu, ekspor global batu bara termal, yang digunakan dalam pembangkit listrik, juga
mengalami kenaikan, terutama didorong oleh meningkatnya permintaan dari India dan China. Ekspor batu bara
termal dunia tercatat naik 9 juta metrik ton antara Januari dan November 2024,
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, menurut data pelacakan kapal oleh analis komoditas di Kpler.
Indonesia, sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia, diperkirakan akan mengirimkan lebih dari 500 juta ton
batu bara tahun ini, sebuah rekor baru, menurut data dari Kpler. Sementara itu, berdasarkan
Badan Energi Internasional (IEA), permintaan batu bara global tumbuh sebesar 2,6% pada tahun lalu,
mencapai titik tertinggi sepanjang masa. IEA memperkirakan permintaan batu bara untuk 2024 akan tetap stabil, sebanding dengan tahun 2023.
Namun, permintaan batu bara di China dan India terus meningkat.
Meskipun pangsa batu bara dalam pembangkit listrik di China menurun dalam beberapa tahun
terakhir akibat maraknya penggunaan energi terbarukan, permintaan dan pembangkitan listrik berbasis batu bara di China tetap kuat.
Batu bara masih menyumbang sekitar 60% dari pembangkit listrik di China,
meskipun ada lonjakan tenaga air awal tahun ini setelah curah hujan melimpah, yang mengurangi porsi batu bara
dalam bauran energi negara itu selama musim panas.
Namun, setelah penurunan tajam tenaga air pada September lalu, penggunaan batu bara termal untuk pembangkitan listrik meningkat di China akibat melonjaknya permintaan listrik.
Sementara itu, permintaan dari Jepang tetap lesu, dipengaruhi oleh tingginya persediaan batu bara dan
dimulainya kembali Unit #2 di pembangkit listrik tenaga nuklir Onagawa oleh Tohoku Electric. Pada Oktober 2024, Jepang
mengurangi impor batu bara termal menjadi 10,4 juta ton, atau turun 18% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.